Selasa, 29 April 2014



Dr. Abdulahanaa, M.HI.
Dosen Pascasarjana STAIN Watampone
 
KAEDAH DASAR TRANSAKSI BISNIS SYARIAH

Syariah merupakan pedoman hidup yang diturunkan Allah Swt utk memelihara kepentingan keselamatan hidup manusia dunia-akhirat. Oleh karena itu, pelaksanaan ketentuan-ketentuan syariah tidak hanya diwajibkan bagi umat Islam saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Namun demikian, karena syariah tidak dapat dilepaskan dari aspek ideologi (keimanan), maka dalam pelaksanaanya, syariah hanya mendapat dukungan verbal dari umat Islam saja. Dukungan verbal yang diberikan oleh umat Islam dalam pengamalan ajaran syariah sesungguhnya tidak serta-merta semuanya cocok dengan maqasid al-syariah sendiri. Oleh karena itu, sebelum menilai apakah suatu pelaksanaa transaksi bisnis sesuai dengan syariah atau tidak, lebih dahulu perlu diketahui apa sesungguhnya maksud dari ekonomi syariah itu. Untuk mengetahui apa sesungguhnya ekonomi syariah itu, maka perlu dikaji dengan melihat karakteristik ekonomi syariah yang membedakannya dengan ekonomi non-syariah. 

Untuk membedakan karakteristik ekonomi syariah dengan karakteristik ekonomi non-syariah harus berdasar pada kaedah dasar ekonomi syriah. Kaedah dasar ekonomi syariah dapat dibagi dua, yaitu:
(1) Kaedah dasar umum, dan;
(2) Kaedah dasar khusus.
Kaedah dasar umum adalah kaedah prinsip yang berlaku untuk semua kegiatan ekonomi syariah. Sedangkan kaedah dasar khusus adalah kaedah yang berlaku pada jenis kegiatan bisnis syariah tertentu.

 Dalam transaksi bisnis syariah, kaedah dasar umum yang harus diikuti adalah:
(1) Tentukan Peruntukannya
(2) Tentukan Akadnya
(3) Tentukan Prosesnya
(4) Tentukan Hasilnya
Keempat kaedah dasar bisnis syariah tersebut disusun secara hirarkis, sehingga tidak dapat ditukar posisinya. Mekanisme operasional kaedah tersebut akan berjalan secara benar jika berjalan secara berurutan. Analogi jalannya mekanisme tersebut seperti air yang mengalir dari mata air yang jernih. Hal ini sejalan dengan makna etimologi syariah, sekaligus hal ini menjadi karakteristik pertama ekonomi syariah. Air mengalir dari mata air yang jernih dalam ekonomi memiliki makna filosofis bahwa sistem ekonomi yang benar dan mendatangkan kemaslahatan adalah sistem ekonomi yang berjalan sesuai kodrat/tabiat aslinya (natural/hukum alamnya) tanpa mengandung unsur hilah (rekayasa negatif), maisir (spekulasi), dan tadlis (pengelabuan yang bermotif keuntungan sepihak). Allah Swt secara tegas mengharamkan sistem riba dan garar karena mengandung unsur tersebut.


PENJELASAN 4 KAEDAH DASAR TERSEBUT

(1)  Peruntukan
Kedua pihak yang melakukan transaksi bisnis harus mengawali transaksi bisnisnya dengan menyampaikan secara jujur dan jelas niat (maksud) dilakukannya bisnis tersebut. Peruntukan yang jujur dan jelas, selanjutnya akan menentukan jenis akad yang cocok/relevan. Dalam peruntukan akad harus ditentukan satu niat saja (ikhlash). Niatnya tidak boleh mendua, ambigu, atau bercabang. Sebab karakteristik niat yang benar adalah ikhlash, yang dalam konteks ekonomi dimaknai sebagai peruntukan yang berorientasi pada satu arah dan tujuan yang jelah. Oleh karena itu dalam peruntukan harus jelas untuk satu niat saja apakah berniat tijari atau berniat tabarru'.

(2) Akad
Akad bisnis sesungguhnya tidak dapat ditentukan semaunya, melainkan harus ditentukan sesuai dengan peruntukan (niat) para pelaku. Pilihan akad hanya dibenarkan dalam kisaran yang masih relevan dengan peruntukan. Dengan kata lain, dalam menentukan akad apa yang akan dipilih harus mengacu pada peruntukan transaksi bisnis.
Dalam ekonomi syariah ada tiga opsi akad pokok yang boleh dipilih dan ditentukan berdasarkan kesesuaiannya dengan peruntukannya, yaitu; al-ba'i (jual beli), al-ijarah (sewa/upah), dan al-musyarakah (kerjasama). Ketiga akad pokok tersebut tidak boleh bertemu dalam satu transaksi dan transaksi bisnis apapun yang dilakukan harus berpatokan pada salah satu akad pokok tersebut. Selain akad pokok ada pula yang disebut akad tambahan. Akad tambahan inilah yang boleh menyertai akad pokok, baik satu, dua, atau lebih dalam satu transaksi bisnis. Yang termasuk akad tambahan adalah

(3) Proses
Proses pelaksanaan bisnis tidak boleh menyalahi bentuk/jenis akad yang dipilih. Sebab salah satu karakteristik proses realisasi akad ekonomi syariah adalah konsisten sesuai dengan akadnya. Dalam proses realisasi akad bisnis tidak dapat dilakukan penyimpangan, pengubahan, atau pengalihan yang keluar dari spesifikasi akad.

(4) Hasil
Sebenarnya hasil dari suatu transaksi bisnis merupakan konsekuensi dari tiga unsur sebelumnya. Jika ketiga unsur sebelumnya sesuai dengan kaedah, maka hasilnya sah dan halal. Sebaliknya, jika dalam ketiga unsur tersebut terdapat penyimpangan, maka hasilnya tidak sah dan haram.




Senin, 28 April 2014

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ 

Penulis: Dr. Abdulahanaa, M.HI.

Dosen Pascasarjana STAIN Watampone, Mata Kuliah Binaan Fikih Muamalah
Wakil Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Komisariat STAIN Watampone

KAEDAH DASAR TRANSAKSI BISNIS SYARIAH

Syariah merupakan pedoman hidup yang diturunkan Allah Swt utk memelihara kepentingan keselamatan hidup manusia dunia-akhirat. Oleh karena itu, pelaksanaan ketentuan-ketentuan syariah tidak hanya diwajibkan bagi umat Islam saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Namun demikian, karena syariah tidak dapat dilepaskan dari aspek ideologi (keimanan), maka dalam pelaksanaanya, syariah hanya mendapat dukungan verbal dari umat Islam saja. Dukungan verbal yang diberikan oleh umat Islam dalam pengamalan ajaran syariah sesungguhnya tidak serta-merta semuanya cocok dengan maqasid al-syariah sendiri. Oleh karena itu, sebelum menilai apakah suatu pelaksanaa transaksi bisnis sesuai dengan syariah atau tidak, lebih dahulu perlu diketahui apa sesungguhnya maksud dari ekonomi syariah itu. Untuk mengetahui apa sesungguhnya ekonomi syariah itu, maka perlu dikaji dengan melihat karakteristik ekonomi syariah yang membedakannya dengan ekonomi non-syariah. 

Untuk membedakan karakteristik ekonomi syariah dengan karakteristik ekonomi non-syariah harus berdasar pada kaedah dasar ekonomi syriah. Kaedah dasar ekonomi syariah dapat dibagi dua, yaitu:
(1) Kaedah dasar umum, dan;
(2) Kaedah dasar khusus.
Kaedah dasar umum adalah kaedah prinsip yang berlaku untuk semua kegiatan ekonomi syariah. Sedangkan kaedah dasar khusus adalah kaedah yang berlaku pada jenis kegiatan bisnis syariah tertentu.
 
 Dalam transaksi bisnis syariah, kaedah dasar umum yang harus diikuti adalah:
(1) Tentukan Peruntukannya
(2) Tentukan Akadnya
(3) Tentukan Prosesnya
(4) Tentukan Hasilnya
Keempat kaedah dasar bisnis syariah tersebut disusun secara hirarkis, sehingga tidak dapat ditukar posisinya. Mekanisme operasional kaedah tersebut akan berjalan secara benar jika berjalan secara berurutan. Analogi jalannya mekanisme tersebut seperti air yang mengalir dari mata air yang jernih. Hal ini sejalan dengan makna etimologi syariah, sekaligus hal ini menjadi karakteristik pertama ekonomi syariah. Air mengalir dari mata air yang jernih dalam ekonomi memiliki makna filosofis bahwa sistem ekonomi yang benar dan mendatangkan kemaslahatan adalah sistem ekonomi yang berjalan sesuai kodrat/tabiat aslinya (natural/hukum alamnya) tanpa mengandung unsur hilah (rekayasa negatif), maisir (spekulasi), dan tadlis (pengelabuan yang bermotif keuntungan sepihak). Allah Swt secara tegas mengharamkan sistem riba dan garar karena mengandung unsur tersebut.


PENJELASAN 4 KAEDAH DASAR TERSEBUT

(1)  Peruntukan
Kedua pihak yang melakukan transaksi bisnis harus mengawali transaksi bisnisnya dengan menyampaikan secara jujur dan jelas niat (maksud) dilakukannya bisnis tersebut. Peruntukan yang jujur dan jelas, selanjutnya akan menentukan jenis akad yang cocok/relevan. Dalam peruntukan akad harus ditentukan satu niat saja (ikhlash). Niatnya tidak boleh mendua, ambigu, atau bercabang. Sebab karakteristik niat yang benar adalah ikhlash, yang dalam konteks ekonomi dimaknai sebagai peruntukan yang berorientasi pada satu arah dan tujuan yang jelah. Oleh karena itu dalam peruntukan harus jelas untuk satu niat saja apakah berniat tijari atau berniat tabarru'.
 
(2) Akad
Akad bisnis sesungguhnya tidak dapat ditentukan semaunya, melainkan harus ditentukan sesuai dengan peruntukan (niat) para pelaku. Pilihan akad hanya dibenarkan dalam kisaran yang masih relevan dengan peruntukan. Dengan kata lain, dalam menentukan akad apa yang akan dipilih harus mengacu pada peruntukan transaksi bisnis.
Dalam ekonomi syariah ada tiga opsi akad pokok yang boleh dipilih dan ditentukan berdasarkan kesesuaiannya dengan peruntukannya, yaitu; al-ba'i (jual beli), al-ijarah (sewa/upah), dan al-musyarakah (kerjasama). Ketiga akad pokok tersebut tidak boleh bertemu dalam satu transaksi dan transaksi bisnis apapun yang dilakukan harus berpatokan pada salah satu akad pokok tersebut. Selain akad pokok ada pula yang disebut akad tambahan. Akad tambahan inilah yang boleh menyertai akad pokok, baik satu, dua, atau lebih dalam satu transaksi bisnis. Yang termasuk akad tambahan adalah

(3) Proses
Proses pelaksanaan bisnis tidak boleh menyalahi bentuk/jenis akad yang dipilih. Sebab salah satu karakteristik proses realisasi akad ekonomi syariah adalah konsisten sesuai dengan akadnya. Dalam proses realisasi akad bisnis tidak dapat dilakukan penyimpangan, pengubahan, atau pengalihan yang keluar dari spesifikasi akad.

(4) Hasil
Sebenarnya hasil dari suatu transaksi bisnis merupakan konsekuensi dari tiga unsur sebelumnya. Jika ketiga unsur sebelumnya sesuai dengan kaedah, maka hasilnya sah dan halal. Sebaliknya, jika dalam ketiga unsur tersebut








Jumat, 04 April 2014

REVITALISASI MULTI AKAD (HYBRID CONTRACT) SYARIAH BERBASIS FIKIH MUAMALAH

Oleh: Dr. Abdulahanaa, M.HI.

*Dosen Pascasarjana STAIN Watampone
*Dosen Pembina Mata Kuliah Fikih Muamalah,

*Wakil Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Komisariat STAIN Watampone

EKONOMI YANG BERKEMBANG SAAT INI:
1. SEKULAR
2. KAPITALIS

KECENDERUNGAN EKONOMI ISLAM
1.IMITASI
2.MENCOCOK-COCOKKAN
3.LABELISASI
4.PENGARABAN
 

 DAMPAKNYA

SISTEM MODIFIKASI AKAD BERJALAN TANPAN PEDOMAN & TANPA ARAH YANG JELAS

Konsep al-’uqûd al-murakkabah  (hybrid contract) yang dikembangkan oleh para ulama sekarang ini tidak memiliki orientasi yang jelas (kehilangan arah). Hal ini merupakan implikasi dari tidak adanya landasan teori yang mafan dalam membangun dan mengembangakan konsep al-’uqûd al-murakkabah (hybrid contract). Lebih jauh, dampaknya akan mengaburkan ciri khas (karakteristik) sistem ekonomi syariah di tengah-tengah sistem ekonomi konvensional yang cenderung pada sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi liberal


*sesungguhnya sistem ekonomi syariah memiliki 
  
landasan dan orientasi yang jelas dapat dibedakan
  
dengan sistem ekonomi lain

*
Satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa ekonomi
  
syariah dapat eksis tanpa harus dicocok-cocokkan
  
atau mencontoh sistem ekonomi lain, sebab landasan
  
ideologi yang menjadi dasar filosofis sistem ekonomi
  
syariah jelas berbeda dan harus dibedakan dengan
  
sistem ekonomi lain 


Dampak dari pencocok-cockan itu adalah saat ini di Indonesia ada indikasi pengembangan ekonomi syariah kehilangan identitas, sehingga masyarakat semakin tidak dapat membedakan antara ekonomi syariah dengan ekonomi kapitalis/konvensional, kecuali sekedar perbedaan label (penamaan).
Prinsip-prinsip ekonomi syariah belum mampu dijabarkan dalam ranah praktis dengan tepat. Konsepsi tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah yang sangat ideal belum mampu diartikulasikan dan diimplementasikan secara pragmatis. Sehingga berdampak pada terbentuknya opini yang menempatkan ekonomi syariah hanya sebatas nama (pengaraban label), sementara substansinya sama saja dengan sistem ekonomi konvensional



Pertanyaan ?.........
Pertanyaan yang paling berat untuk dijawab dengan penunjukan bukti-bukti konkrit oleh sarjana ekonomi syariah saat ini adalahCoba tunjukkan mana contoh model-model akad/transaksi yang murni dari syariah, tanpa mengimitasi dan memodifikasi model konvesnsional yang telah ada sebelumnya

Harus diakui bahwa pertanyaan ini sangat berat untuk dijawab, bahkan tidak mampu dijawab kecuali jika ahli ekonomi syariah terlebih dahulu melakukan pengosongan pola pikir ekonomi konvensional kemudian melakukan formulasi bentuk-bentuk akad yang cocok diterapkan pada era kini. Dengan cara itu, maka reputasi ekonomi syariah diangkat dan dibuktikan sebagai sebuah sistem ekonomi yang dapat berkembang seiring dengan perkembangan zaman.



Dengan dasar itu, urgen dilakukan kajian yang dapat dijadikan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kajian yang perlu dilakukan sesungguhnya bukanlan pekerjaan yang sangat rumit. Yang dibutuhkan di sini adalah memunculkan ekonomi syariah dengan identitasnya dan karakternya sendiri yang dibangun dari dasar epistemologi dan ontologi yang jelas berkarakteristik syariah yang bersumber dari ideologi tauhid dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. yang telah dirumuskan dalam fikih muamalah sebagai basisnya untuk ditemukan formulasi akad-akad yang sejalan dengan ajaran Islam.
Solusinya adalah: perlu dilakukan
REVITALISASI MULTI AKAD (HYBRID CONTRACT) SYARIAH BERBASIS FIKIH MUAMALAH 




KAEDAH DASAR TRANSAKSI BISNIS SYARIAH

Syariah merupakan pedoman hidup yang diturunkan Allah Swt utk memelihara kepentingan keselamatan hidup manusia dunia-akhirat. Oleh karena itu, pelaksanaan ketentuan-ketentuan syariah tidak hanya diwajibkan bagi umat Islam saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Namun demikian, karena syariah tidak dapat dilepaskan dari aspek ideologi (keimanan), maka dalam pelaksanaanya, syariah hanya mendapat dukungan verbal dari umat Islam saja. Dukungan verbal yang diberikan oleh umat Islam dalam pengamalan ajaran syariah sesungguhnya tidak serta-merta semuanya cocok dengan maqasid al-syariah sendiri. Oleh karena itu, sebelum menilai apakah suatu pelaksanaa transaksi bisnis sesuai dengan syariah atau tidak, lebih dahulu perlu diketahui apa sesungguhnya maksud dari ekonomi syariah itu. Untuk mengetahui apa sesungguhnya ekonomi syariah itu, maka perlu dikaji dengan melihat karakteristik ekonomi syariah yang membedakannya dengan ekonomi non-syariah. 

Untuk membedakan karakteristik ekonomi syariah dengan karakteristik ekonomi non-syariah harus berdasar pada kaedah dasar ekonomi syriah. Kaedah dasar ekonomi syariah dapat dibagi dua, yaitu:
(1) Kaedah dasar umum, dan;
(2) Kaedah dasar khusus.
Kaedah dasar umum adalah kaedah prinsip yang berlaku untuk semua kegiatan ekonomi syariah. Sedangkan kaedah dasar khusus adalah kaedah yang berlaku pada jenis kegiatan bisnis syariah tertentu.

 Dalam transaksi bisnis syariah, kaedah dasar umum yang harus diikuti adalah:
(1) Tentukan Peruntukannya
(2) Tentukan Akadnya
(3) Tentukan Prosesnya
(4) Tentukan Hasilnya
Keempat kaedah dasar bisnis syariah tersebut disusun secara hirarkis, sehingga tidak dapat ditukar posisinya. Mekanisme operasional kaedah tersebut akan berjalan secara benar jika berjalan secara berurutan. Analogi jalannya mekanisme tersebut seperti air yang mengalir dari mata air yang jernih. Hal ini sejalan dengan makna etimologi syariah, sekaligus hal ini menjadi karakteristik pertama ekonomi syariah. Air mengalir dari mata air yang jernih dalam ekonomi memiliki makna filosofis bahwa sistem ekonomi yang benar dan mendatangkan kemaslahatan adalah sistem ekonomi yang berjalan sesuai kodrat/tabiat aslinya (natural/hukum alamnya) tanpa mengandung unsur hilah (rekayasa negatif), maisir (spekulasi), dan tadlis (pengelabuan yang bermotif keuntungan sepihak). Allah Swt secara tegas mengharamkan sistem riba dan garar karena mengandung unsur tersebut.


PENJELASAN 4 KAEDAH DASAR TERSEBUT

(1)  Peruntukan
Kedua pihak yang melakukan transaksi bisnis harus mengawali transaksi bisnisnya dengan menyampaikan secara jujur dan jelas niat (maksud) dilakukannya bisnis tersebut. Peruntukan yang jujur dan jelas, selanjutnya akan menentukan jenis akad yang cocok/relevan. Dalam peruntukan akad harus ditentukan satu niat saja (ikhlash). Niatnya tidak boleh mendua, ambigu, atau bercabang. Sebab karakteristik niat yang benar adalah ikhlash, yang dalam konteks ekonomi dimaknai sebagai peruntukan yang berorientasi pada satu arah dan tujuan yang jelah. Oleh karena itu dalam peruntukan harus jelas untuk satu niat saja apakah berniat tijari atau berniat tabarru'.

(2) Akad
Akad bisnis sesungguhnya tidak dapat ditentukan semaunya, melainkan harus ditentukan sesuai dengan peruntukan (niat) para pelaku. Pilihan akad hanya dibenarkan dalam kisaran yang masih relevan dengan peruntukan. Dengan kata lain, dalam menentukan akad apa yang akan dipilih harus mengacu pada peruntukan transaksi bisnis.
Dalam ekonomi syariah ada tiga opsi akad pokok yang boleh dipilih dan ditentukan berdasarkan kesesuaiannya dengan peruntukannya, yaitu; al-ba'i (jual beli), al-ijarah (sewa/upah), dan al-musyarakah (kerjasama). Ketiga akad pokok tersebut tidak boleh bertemu dalam satu transaksi dan transaksi bisnis apapun yang dilakukan harus berpatokan pada salah satu akad pokok tersebut. Selain akad pokok ada pula yang disebut akad tambahan. Akad tambahan inilah yang boleh menyertai akad pokok, baik satu, dua, atau lebih dalam satu transaksi bisnis. Yang termasuk akad tambahan adalah

(3) Proses
Proses pelaksanaan bisnis tidak boleh menyalahi bentuk/jenis akad yang dipilih. Sebab salah satu karakteristik proses realisasi akad ekonomi syariah adalah konsisten sesuai dengan akadnya. Dalam proses realisasi akad bisnis tidak dapat dilakukan penyimpangan, pengubahan, atau pengalihan yang keluar dari spesifikasi akad.

(4) Hasil
Sebenarnya hasil dari suatu transaksi bisnis merupakan konsekuensi dari tiga unsur sebelumnya. Jika ketiga unsur sebelumnya sesuai dengan kaedah, maka hasilnya sah dan halal. Sebaliknya, jika dalam ketiga unsur tersebut terdapat penyimpangan, maka hasilnya tidak sah dan haram.